Namanya saja ulama su’ (buruk), tentu pekerjaan-nya merusak, mengacau, dan menyesatkan. Disebut ulama karena baju dan lisannya seperti ulama, disebut su’ karena perbuatan, ajakan, dan hatinya jahat. Karena itu, ulama su’ termasuk jenis manusia yang berbulu domba namun berhati serigala.Ulama su’ sekarang ini adalah generasi penerus dari ulama su’ zaman dahulu. Ulama su’ mengajarkan tipu daya untuk mencari celah-celah hukum Alloh Subahanahu wa Ta’ala, sehingga mereka bisa memakan harta secara batil seperti kisah penduduk yang menghalalkan mencari ikan pada hari Sabtu dengan tipu daya yang cukup terkenal itu, atau menghalalkan bangkai dengan cara mencairkannya menjadi minyak lalu dijual dan dimakan harganya.
Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang mencari dunia dengan agama. Di hadapan manusia mereka memakai baju dari bulu domba untuk memberi kesan kerendahan hati mereka, lisan mereka lebih manis dari gula namun hati mereka adalah hati serigala (sangat menyukai harta dan kedudukan). Alloh berfirman, “Apakah dengan-Ku (kasih dan kesempatan yang Kuberikan) kalian tertipu ataukah kalian berani kepada-Ku. Demi Diriku, Aku bersumpah. Aku akan mengirim bencana dari antara mereka sendiri yang menjadikan orang-orang santun menjadi kebingungan (apalagi selain mereka) sehingga mereka tidak mampu melepaskan diri darinya.” (HR: Tirmidzi)
Ulama su’ adalah peringkat ulama yang paling rendah, paling buruk dan paling merugi. Ia adalah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengajarkannya kepada manusia. Di samping itu, ia mengajak kepada kejahatan dan kesesatan. Ia menyuguhkan keburukan dalam bentuk kebaikan. Ia menggambarkan kebatilan dengan gambar sebuah kebenaran. Ada kalanya, karena menjilat para penguasa dan orang-orang dzalim lainnya untuk mendapatkan kedudukan, pangkat, pengaruh, penghargaan atau apa saja dari perhiasan dunia yang ada di tangan mereka. Atau ada juga yang melakukan itu karena sengaja menentang Alloh Subahanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya demi menciptakan kerusakan di muka bumi ini. Mereka tidak lain adalah para khalifah syetan dan para wakil Dajjal.
Di antara ulama su’ ada juga kelompok yang mengajak kepada kebaikan, namun tidak pernah memberikan keteladanan. Karena itu, Ibnul Qayyim berkata: “Ulama su’ duduk di depan pintu surga dan mengajak manusia untuk masuk ke dalamnya dengan ucapan dan seruan-seruan mereka. Dan mengajak manusia untuk masuk ke dalam neraka dengan perbuatan dan tindakannya. Ucapan mereka berkata kepada manusia: “Kemarilah! Kemarilah!” Sedang-kan perbuatan mereka berkata: “Janganlah engkau dengarkan seruan mereka. Seandainya seruan mereka itu benar, tentu mereka adalah orang yang pertama kali memenuhi seruan itu.” (Al-Fawaid, Ibnul Qayyim, hal. 61).
Diriwayatkan bahwa Alloh Subahanahu wa Ta’ala memberi wahyu kepada Nabi Daud alaihis salam, yang artinya: “Wahai Daud jangan engkau jadikan antara Aku dan antara dirimu seorang alim yang sudah tergoda oleh dunia, sehingga ia bisa menghalangimu dari jalan mahabbahKu. Karena sesungguhnya mereka adalah para begal yang membegal jalannya hamba-hambaKu. Sesungguhnya hukuman terkecil yang Aku kenakan untuk mereka adalah Aku cabut kelezatan bermunajat dari hati mereka.” (Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Bar, 1/193).
Asy-Sya’bi berkata: “Akan ada sekelompok penduduk surga yang melongok, melihat sekelompok penduduk neraka. Lalu penduduk surga menyapa mereka dengan penuh keheranan, “Apa yang membuat kalian masuk neraka, padahal kami masuk surga karena jasa didikan dan ajaranmu ?”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami memerintahkan kalian melakukan kebaikan namun kami sendiri tidak melaksanakannya.”
Alloh Subahanahu wa Ta’ala telah mencela orang-orang semacam ini sejak zaman Nabi Musa alaihis salam dan mengabadikan hinaan itu di dalam kitab suci sepanjang masa, yang artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri. Padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) ? Maka tidakkah kamu berpikir ?” (QS: Al- Baqarah: 44). (Mukhtashar Jami’ Bayanul Ilmi, Ahmad bin Umar Al-Bairuti, hal. 165).
Contoh Nyata
Contohnya banyak sekali, seperti ulama yang dalam muktamar telah memutuskan keharaman musik, lalu setelah pulang ke pesantrennya ternyata di rumahnya terang-terangan memutar kaset-kaset nyanyian atau bahkan santrinya direstui membentuk grup musik atau qosidah. Ada lagi ulama yang dengan manisnya mengatakan bahwa tugasnya adalah berdakwah demi kesejahteraan Islam, namun di waktu lain ia malah membolehkan bahkan mengajak untuk memilih orang-orang kafir sebagai pemimpin, dan lain sebagainya.
Ada juga diantara mereka yang mengatakan agama jangan dijual, ironisnya mereka menulis atau menerjemahkan buku-buku yang sangat dibutuhkan oleh umat dengan memasang embel-embel kapitalis (salah satunya hak cipta, padahal sistem kapitalis ini adalah budaya rusak yang dikembangkan oleh Gereja-Gereja semenjak Romawi masih berkuasa dengann tujuan menjaga aset dan kekayaan gereja), mereka mengadakan dauroh-dauroh dengan tujuan untuk mendapatkan rekaman kajian yang bisa dijual dan sebagainya.
Satu lagi termasuk kelompok ulama su’ yaitu ulama yang mengajak kepada kebaikan, tetapi dengan cara-cara kefasikan, seperti berdakwah dengan musik dan gendingan. Mulutnya mengajak ke surga sementara tangan dan kakinya mengajak orang lain untuk bergoyang mengikuti syetan. Atau berdakwah dengan menggunakan metode lawak, sehingga ungkapan yang kotor dan contoh-contoh yang seronok menjadi bumbu wajib dalam setiap ceramahnya karena target keberhasilannya adalah puasnya hadirin, pemirsa dan pendengar, dengan gelak tawa dan senyuman lebar sebanyak mungkin. Tema dan isi dakwah pun dipilih dan dikemas sesuai dengan selera para panitia dan pengunjung. Mulutnya mengajak kepada iman, namun lawakan dan kebanyolannya melupakan akhirat. Intinya adalah ia mencari “ridha manusia”. Jenis ulama penghibur (pelawak dan pemusik) ini tidak mengikuti aturan dakwah dalam syariat Islam, tetapi mengikuti nafsu syetan demi mengejar ridha manusia. Mereka lupa akan ancaman Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, yang artinya: “Barangsiapa yang mencari ridha Alloh dengan (resiko mendapat) murka manusia, maka Alloh Subahanahu wa Ta’ala mencukupinya dari manusia. Dan barangsiapa mencari ridha manusia dengan (menyebabkan) kemurkaan Alloh Subahanahu wa Ta’ala, maka Alloh Subahanahu wa Ta’ala menyerahkan dirinya kepada manusia.” (HR: Tirmidzi, no. 2419)
Hasil dari semua itu, ulama su’ adalah perusak agama, pemadam sunnah, pelindung bid’ah, pelopor maksiat. Sesungguhnya tepat ungkapan Ibnul Mubarak: “Tidaklah merusak agama ini melainkan para raja, ulama su’ dan para rahibnya.” Hal ini karena manusia ini bergantung kepada ulama (ahli ilmu dan amal), ubbad (ahli ibadah) dan muluk (umara, aghniya’). Jika mereka baik, manusia akan baik dan jika mereka rusak, pasti dunia menjadi rusak. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/462
Umar berkata kepada Ziyad bin Hudair: “Apakah kamu mengerti apa yang merusak Islam ?” Ziyad berkata: “Tidak.” Umar berkata: “Tergelincirnya seorang alim, debatnya orang munafik -dengan ayat Al-Qur’an- dan (penetapan) hukumnya para imam yang menyesatkan.” (HR: Ad-Darimi)
Ulama su’ sejatinya adalah da’i-da’i neraka. Dalam hadits Hudzaifah, ketika dia bertanya kepada Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, yang artinya: “Sesungguhnya kita dulu ada dalam kejahiliahan lalu Alloh menganugerahkan kepada kami kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan ?” Beliau menjawab dalam ucapannya yang panjang sampai berkata: “Ya, para da’i di ambang pintu Jahannam. Siapa yang mendatangi ajakannya pasti akan mereka lemparkan ke dalamnya.” (HR: Al-Bukhari: 7084, dll)
Ulama su’ adalah musuh Alloh Subahanahu wa Ta’ala, mereka sebegitu buruknya karena memutar balikkan urusan, maka benar-benar terbalik. Mestinya salah seorang mereka bisa menjadi pengajak dan penyeru kepada jalan Alloh Subahanahu wa Ta’ala, ternyata mereka sesat dan menyesatkan, mengajak kepada jalan syetan. (Dari ucapan Ali radhiAllohu anhu, Ad-Dakwatut Tammah, Abdullah Al-Hadrami, h. 42).
Ulama su’ adalah ulama fasik yang akan dimasukkan oleh Alloh Subahanahu wa Ta’ala ke dalam neraka sebelum para penyembah berhala, karena salahnya orang yang mengerti tidak sama dengan orang yang tidak mengerti. (Mukhtashar Jami’ Bayanil Ilmi, 164)
Ya Alloh Subahanahu wa Ta’ala, jadikanlah manfaat untuk kami apa yang telah engkau ajarkan kepada kami dan ajarkanlah terus kepada kami apa yang bermanfaat untuk kami.
(Sumber Rujukan: Al-Fawaid, Ibnul Qayyim; Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Bar; Mukhtashar Jami’ Bayanul Ilmi, Ahmad bin Umar Al-Bairutidan berbagai sumber)
http://www.mediamuslim.info/index.php?
Rabu, 26 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar